SBY vs. Jokowi, siapa yang lebih hebat?

SYAUQI ROBBANI

Aug 22, 2023 – 2 mins read

Saat diskusi politik dengan kawan2 di Harvard Kennedy School, beberapa kawan bertanya, “siapa presiden yang lebih baik, SBY atau Jokowi?” Perdebatan ini beberapa bulan terakhir cukup meningkat, dengan masing-masing pendukung menampilkan data progress pembangunan jalan tol dan infrastruktur lainnya. Dan bagi saya, sangat menyesatkan.

Saya jawab, dengan menceritakan pengalaman saat membangun Edelweiss: lebih dari 5 tahun pertama kami habiskan untuk mencari investor. We build nothing. What we build is trust. Kita memulai dari memperbaiki core business inti kita, merapikan sistem keuangan, merubah struktur organisasi menjadi lebih baik, meningkatkan kompetensi SDM, dan membangun perencanaan strategis jangka panjang. Mimpi membangun Rumah Sakit sudah ada sejak tahun 2013, dan baru dimulai konstruksi tahun 2018. Selama 5 tahun, kita memperkuat fondasi organisasi dan network.

5 tahun pertama adalah tahun membangun trust. 

Pembangunan dimulai di 5 tahun kedua, dimulai tahun 2018 dan selesai 2020. Tahun 2022, kita mulai membangun RS ke 2, 3, dan 4, hanya dalam rentan waktu kurang dari 5 tahun. Semua pembangunan strategis dan ekspansif tersebut tidak mungkin bisa dilakukan tanpa fondasi yang kuat.

Bangunan yang kokoh bertingkat hanya dapat dibangun diatas fondasi yg kuat, sekalipun fondasi itu tidak terlihat. 

Itulah yang dibangun oleh Presiden SBY. Iklim investasi Indonesia sejak krisis ekonomi tahun 1997 memiliki rating junk (sampah), sehingga tidak menarik bagi dana asing untuk masuk dan berinvestasi. IMF masih memiliki kontrol signifikan, dan bunga pinjaman asing sangat mahal karena dianggap negara beresiko tinggi. Memasuki periode kedua (2009-2014), SBY memilih Budiono sebagai Wakil Presiden, seorang yang non-partisan, ekonom, mantan gubernur Bank Indonesia. Tujuannya? Membangun fondasi ekonomi untuk pembangunan jangka panjang. Pada tahun 2011, Indonesia berhasil menaikkan kredibilitasnya menjadi Investment Grade untuk pertama kali, dan menjadi daya tarik untuk kepemimpinan berikutnya dalam bernegosiasi membangun infrastruktur negara. 

Presiden Jokowi sangat agresif membangun infrastruktur, dan disambut sangat baik oleh dunia usaha. Perbandingan dengan kepemimpinan SBY adalah salah karena keduanya memiliki tantangan yang berbeda, dengan kondisi negara yang juga jauh berbeda. 

Memaksakan untuk berargumen bahwa SBY membangun lebih banyak infrastruktur dari Jokowi juga tidak tepat. 


Pada akhirnya, keduanya memiliki kontribusi signifikan bagi kemajuan negara, dimana yang satu melengkapi yang lainnya. Tanpa fondasi ekonomi dan institusi pemerintahan yg kuat yang dibangun SBY, Jokowi akan kesulitan dalam membangun rencana infrastrukturnya. Dan tanpa visi pembangunan Jokowi, semua yg dilakukan oleh SBY akan menjadi sia-sia. Tentunya, keduanya memiliki banyak kekurangan. Dan tugas kita untuk memilih kepemimpinan berikutnya yang terbaik, untuk memperbaiki kekurangan yang ada.